PENDAHULUAN
Psikologi
berasal dari kata Yunani psyche, yang
berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berari ilmu. Jadi psikologi
berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku
manusia (Atkison, 1996: 7). Batasan tentang kepribadian sejak dahulu kala
menjadi bahan pertanyaan dan merupakan tantangan yang sulit. Semua pengetahuan
tentang psikologi harus dikaitkan dengan pemahaman tentang kepribadian apa yang
dibentuknya, mengapa selalu ada perbedaan persepsi antar satu individu dengan
yang lainnya, bagaimana kepribadian berkembang dan senantiasa berubah – ubah
sepanjang hayat manusia.
Struktur
kepribadian menurut Sigmund Freud. Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil
konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor
kontemporer, analoginya factor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan
kepribadian individu.
Selanjutnya
Freud membahas pembagian psikisme manusia: id
(terletak di bagian tak sadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi
sumber energi psikis. Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang
bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan puisi dan larangan
superego. Superego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di
bagian tak sadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna puisi –
puisi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan idenifikasi pada orang tua.
Id
merupakan energi psikis dan naluri yang menekankan manusia agar memenuhi
kebutuhan dasar seperti kebutuhan: makan, seks menolak rasa sakit atau perasaan
tidak nyaman. Id berhubungan dengan
prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari
ketidaknyamanan. Ego terperangkap di
antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip
realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh
realitas. Struktur yang ketiga ialah superego
yang mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik
dan buruk (conscience).
Dinamika
Kepribadian, Dalam Naluri Freud menggunakan alam bawah sadar untuk menerangkan
pola tingkah laku manusia serta penyimpangan-penyimpangannya. Tesis Freud
pertama ialah bahwa alam bawah sadar merupakan subsistem dinamis dalam jiwa
manusia yang mengandung dorongan-dorongan naluri seksual yang berkaitan dengan
gambaran-gambaran tertentu di masa lalu (usia dini). Dorongan-dorongan itu
menuntur pemenuhan, namun adanya budaya dan pendidikan (tuntutan norma
kehidupan sosial) dorongan tersebut ditekan dan dipadamkan. Akan tetapi, dlam
bentuk tersamar dorongan – dorongan itu terpenuhi melalui suatu pemuasan semu
atau khayalan (fantasi).
Kecemasan
(Anxitas), Situasi apa pun yang mengancam kenyamanan suatu organisme
diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan
bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan
merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman yang dimaksud dapat berupa ancaman
fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas.
Biasanya kondisi yang seperti ini diikuti oleh perasaan yang tidak nyaman yang
dicirikan dengan khawatir atau takut, kemudian tidak bahagia yang dapat kita
rasakan melalui berbagai level (Hilgard et al., 1957: 440).
RELASI
ANTAR TOKOH
Pada
cerita ini berpusat pada tokoh utama si Aku, Minah, Wak Haji Mail, Wak Misnah,
dan Mak Saodah. Tokoh Aku disini sebagai benang merah penyampai pesan terakhir
dari Wak Haji Mail untuk Mak Saodah. Dalam cerpen ini, meskipun Aku digambarkan
seoalah – olah ‘berdiri sendiri’ atau tidak ada kesangkut-pautannya langsung
dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah. Namun berdasarkan narasi – narasi
yang disampaikan itulah pembaca tahu potongan – potongan cerita keduanya,
sehingga sosok Aku dianggap paling tahu mengenai cerita dibalik hubungan Wak
Haji Mail dan Mak Saodah. Juga pada cerpen ini diceritakan hubungan sang tokoh
utama dengan Aminah yang tidak berjalan lancar atau bertepuk sebelah tangan.
Sama halnya dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah, namun dengan gaya penceritaaan yang berbeda. Seperti halnya
dalam narasi berikut yang diceritakan oleh Aku.
“Di jalan,
kukarang-karang sendiri ihwal sepotong cinta tak sampai Wak Haji Mail pada Mak
Saodah. Persis seperti cintaku pada Aminah.”
Aku
yang merupakan keponakan dari Wak Haji Mail dan Wak Misnah, terlihat pada
dialog sebagai berikut.
“ Jangan pula kau kira kau lebih
pandai dari bibimu ini. Mati kuracun kau nanti.”
Wak Haji Mail sudah tiga kali
menikah dan memiliki empat belas orang anak dari semua pernikahannya. Namun dia
masih memiliki perasaan khusus pada Mak Saodah, karena keadaan, dia tidak bisa
lebih dari sekedar menyimpan perasaan. Seperti pada narasi berikut, sesuai
pikiran terpendam si Aku.
“Keempat
belas anak dari tiga pernikahannya semakin sulit meredam cemas, silih berganti
berjaga di luar kamar, siap untuk memberontak dari pembagian harta waris yang
tak adil. Tak mungkin adil.”
Relasi yang paling terlihat pada saat
Wak Haji Mail dengan Mak Saodah, adalah ketika Wak Haji Mail berusaha
mencurahkan perhatiannya dan kebaikannya pada Mak Saodah, pada saat itulah
muncul interaksi antar tokoh yang terdapat dalam narasi berikut ini.
“Tak
cukup mendirikan kakus dengan tangki septic, Wak Haji Mail mengirim orang untuk
membangun lapak setengah permanen, menyemen lantai bagian depan rumah Mak Saodah,
memasangkan listrik, dan menyekolahkan kelima anak Mak Saodah sampai SMA.
Terakhir ia menghibahkan kulkas bekas istri keduanya supaya Mak Saodah bisa
bikin sendiri es batu dan es lilin.”
Sedangkan
Aminah adalah cinta pertama Aku yang tidak pernah terbalas, nafsunya timbul
manakala dia berada didekat wanita pujaannya itu. Oleh karena itu, dia lebih
sering menundukkan muka, agar tidak ketahuan oleh Aminah.
“Kupaksakan menatap
matanya, berusaha keras tak menyerah pada kecantikannya. Dulu, aku gagal, lalu
menundukkan kepala, melangkah pulang dengan gontai, menikahi sepupu yang sudah
lama dijodohkan untukku supaya lupa, tetapi malah mendapati, sepanjang akad
nikah, wajahnya menghantuiku.”
Sedangkan
pada relasinya Aminah adalah anak dari Mak Saodah, hal ini diperkuat dengan
dialog.
“
Mak enggak mau. Sebaiknya kamu pulang, “ kata Aminah pelan, sungguh – sungguh.
KLASIFIKASI
EMOSI
Dalam hal ini yang
menarik adalah mengorek lebih dalam sisi psikologis dari bagaimana hubungan Wak
Haji Mail dengan Mak Saodah sendiri,
kondisi kejiwaan Wak Haji Mail, latar belakang yang mendasari hingga dia
memfitnah suami Mak Saodah, dalam narasinya terlihat Wak Haji Mail memiliki
perasaan cinta pada Mak Saodah, namun mereka berdua tidak menikah (padahal dalam
hukum agama Islam pria maksimal diperbolehkan memiliki istri empat orang,
sedangkan Wak Haji Mail ‘baru’ memiliki tiga orang isteri). Hal tersebut yang
perlu dikaji dalam psikologi analisis. Klasifikasi emosi adalah kegembiraan,
kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang
paling mendasar (primary emotions). Kebencian, perasaan benci (hate)
berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, iri hati. Ciri khas yang
menandai perasaan benci ialah timbulnya nafsu atau keinginan untuk
menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian. Perasaan benci selalu
melekat dalam diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum
menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas (Krech, 1974;
479).
”Di antara perasaan
cekat dan gelengan kepalaku sempat terpikir untuk mengutarakan rahasia yang
diceritakan Aminah kepadaku. Rahasia yang sesungguhnya tak terang karena hanya
berupa garis – garis besar. Haji Mail berdosa kepada Mak Saodah. Suaminya, ayah
Aminah, difitnah murtad, syirik, musyrik, kafir, diasingkan orang sekampung
seperti penderita kusta, dibiarkan mati tanpa harga diri.”
Dalam
narasi di atas dapat terlihat bahwa Kesedihan atau duka cita (grief) Mak Saodah berhubungan dengan
kehilangan sesuatu yang penting atau bernilai yaitu Suaminya. Pada cerita ini
ada bagian yang hilang atau ganjil, dimana tidak jelaskan perasaan Mak Saodah sendiri terhadap Wak Haji
Mail. Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan bagi pembaca (1. Apakah memang
perasaan Wak Haji Mail bertepuk sebelah tangan 2. Apakah Mak Saodah juga
memiliki perasaan terhadap Wak Haji Mail mengingat relasi mereka selama ini, namun
Mak Saodah kecewa karena suaminya di fitnah. 3. Atau mereka pernah menikah
siri).
Hanya
diceritakan tentang intensitas kesedihan yang tergantung pada nilai, biasanya
kesedihan yang teramat sangat bila kehilangan orang yang dicintai. Kesedihan
yang mendalam bisa juga karena milik yang sangat berharga yang mengakibatkan
kekecewaan atau penyesalan. Parkes (1965) menemukan bukti bahwa kesedihan yang
berlarut-larut dapat mengakibatkan depresi dan putus asa yang menjurus pada
kecemasan, akibatnya bisa menimbulkan insomnia, tidak memiliki nafsu makan,
timbul perasaan jengkel dan menjadi pemarah serta menarik diri dari pergaulan.
Mak
Saodah yang merasakan kecemasan ketika mendengar nama Wak Haji Mail, bola
matanya berkaca-kaca, rahangnya bergemerotak, bahkan dia harus dipapah bangkit
oleh anaknya Aminah kemudian dia meraung – raung di dapur.
“Entah kenapa, ia
menunduk. Ia sepertinya berpikir sebentar sebelum kemudian memutuskan untuk
memapah maknya bangkit, lalu menuntunnya ke belakang, ke dapur. Sesaat
kemudian, dari dapur itu, kudengar suara meraung. Suara Mak Saodah.”
Dalam
Agresi dan Apatis, perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan
kegelisahan yang dapat menjurus pada pengerusakan dan penyerangan. Agresi
langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau
objek yang merupakan sumber frustasi.
“Pikiranku belum terurai baik
ketika Aminah keluar. Matanya merah dan sembab. Aku yakin ia turut menangis. Ia
duduk dihadapanku, tetapi sempat menoleh ketika mendengar teriakan dari arah
dapur. Teriakan ini disusul bunyi piring pecah terbanting. Atau dibanting. “
Sedangkan
konsep rasa bersalah, bisa disebabkan oleh adanya konflik antara ekspresi
impuls dan standar moral (impuls expression versus moral standards). Perasaan
bersalah kerap kali ringan dan cepat berlalu, tetapi dapat pula bertahan lama.
Pada cerita ini, Wak Haji Mail memendam rasa bersalahnya, hingga dia akan
menghembuskan nafas terakhir. Seperti yang terdapat pada paragraf utama.
“Dinanti – nanti matinya, Wak Haji Mail malah
mulai mengigau. Semula tak seorang pun menangkap apa yang dikatakannya. Kupikir
bukan tak bisa. Tak mau, lebih tepatnya. Aku sendiri begitu diizinkan mendengar
langsung segera mencerna, bukan kata, melainkan sepotong nama. Gumam ini
berulang di antara tarikan nafasnya yang payah. Saodah.”
Perasaan
bersalah yang paling mengganggu adalah sebagaimana terdapat dalam sikap menghukum
diri sendiri, si individu terlihat sebagai sumberdari sikap bersalah. Rasa
bersalah tipe ini memiliki implikasi berkembangnya gangguan kepribadian,
penyakit mental dan psikoterapi. Karena perasaan bersalah yang terpendam, dan
permintaannya untuk bertemu Mak saodah tidak terkabul (Wak Haji Mail tahu Mak
Saodah tidak akan pernah memaafkannya, karena itulah dia mati dengan pasrah
sebagai sikap menghukum diri sendiri) dalam
sisa – sisa waktunya Wak Haji Mail meminta permohonan terakhirnya pada sang
istri dan si Aku.
“Lima belas menit kemudian,
sesudah menitipkan sepotong pesan yang hanya bisa di dengar istrinya, Haji Mail
dan sepenggal ingatannya pergi. Aku melihatnya merengang napas yang terakhir,
satu embusan napas pelan seperti mengempas hidup yang melelahkan. Bulu kudukku
naik.”
Derajat yang lebih rendah dari perasaan
bersalah dapat dihapuskan karena individu mengingkarinya dan ia merasa benar.
Dalam kasus rasa bersalah, seseorang cenderung merasa bersalah dengan cara
memendam dalam dirinya sendiri, memang ia biasanya bersikap baik, tetapi ia
seseorang yang buruk. Seperti perkataan istri almarhum Wak Haji Mail, yaitu Wak
Misnah pada Aku ponakannya.
“Jika
hendak kau pahami semuanya, ingat – ingat saja tindak tanduk uwakmu, Haji
Ismail almarhum.” Kedua, bahwa tempat gila manusia sudah lama terpisah-pisah.
Laki-laki sinting di jalan, perempuan di dapur.”
KECEMASAN
TOKOH DAN MEKANISME PERTAHANAN
Kecemasan
adalah hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara
pulsi Id (Umumnya seksual dan
agresif) dan pertahanan dari ego dan superego. Kebanyakan dari pulsi tersebut
mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal atau
berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Sosok pemilik rumah
makan yang ramah – tamah , penuh senyum, akrab dengan pengunjung, jauh berbeda
dengan Mak Saodah yang dianggap bertentangan dengan nilai masyarakat.
“Bertahun-tahun membuka
warung makan di kampung itu, tak membuatnya pandai beramah-tamah. Para
pelanggan memanggilnya Mak Galak, tetap kembali ke warungnya semata-mata karena
kelezatan masakannya sulit disaingi. Aku
mengenalnya hampir seumur hidupku dan tak pernah sekali pun kulihat ia
tersenyum.”
Sublimasai
terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial menggantikan
perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. Dalam
hal ini, aktivitas memasak di dapur adalah bentuk pengalihan rasa kemarahan Mak
Saodah, dan agar diterima secara sosial, digunakanlah cara berdagang. Seperti
pada narasi berikut.
Berdehem-dehem tak
pantas, kuputuskan untuk membuka percakapan. “ Kudengar kau suruh makmu
berhenti dagang Minah?”
Aminah menatapku,
tampak senang dengan pertanyaanku, lalu mengangguk.”Ya, tetapi Mak enggak mau.”
“Kenapa?”
“Mak bilang, berdagang
itu alasannya hidup.”
“Berdagang?”
Bukan, Bukan
berdagangnya. Memasak untuk orang kampung. Ya itu yang menyelamatkannya,”.
Sorot matanya sempat nyalang ketika dia bergumam, “Itu menyelamatkanku.”
Dalam
teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung
kuat dalam diri setiap orang. Kegagalan mekanisme pertahanan memenuhi fungsi
pertahanannya bisa berakibat pada kelainan mental. Kualitas kelainan mental
tersebut dapat mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik. Kelainan mental atas apa yang dialami Mak
Saodah diperkuat dengan narasi dibawah ini, ditambah perasan dikecewakan
lingkungan sosialnya, kehilangan suami yang dicintai, harus menjadi seorang ibu
yang membesarkan kelima anaknya sendirian. Maka reaksi mekanisme pertahanannya
terhadap lingkungannya sebagai berikut.
“Mak Saodah penuh
kekuatan. Sampai di dapur, sempat ia sibakkan tirai, menutupi pintu.
Bayangannya tampak besar di tirai itu.”
Bekerja seorang diri
untuk memenuhi permintaan almarhum Wak Haji, Mak Saodah harus bergegas
menyiapkan masakan untuk ratusan orang yang akan bertahlil malam nanti.“
“Dengan sebelah mata
bisa kulihat, Mak saodah sedang bekerja, memotong – motong bahan masakan,
menyiapkan tungku, memasukkan bumbu-bumbu ke dalam panci, butuh beberapa detik
untukku menemukan apa yang ganjil dari semua ini. Mak Saodah terus-menerus
meludahi bahan-bahan masakan yang sedang dikerjakannya.”
“Mak Saodah sedang
mengangkat kainnya tinggi – tinggi, melewati lutut, lalu berdiri setengah
jongkok mengangkangi salah satu panci yang isinya mulai mendidih. Raut
wajahnya, gabungan yang ganjil antara mengejan dan kebencian, mengerikan.
Sedetik kemudian, dari tempatnya berdiri, kudengar suara desing yang akrab dan
gemericik air jatuh ke panci.”
Sedangkan
kelanjutan hubungan antara Aku dan Aminah tidak dijelaskan di akhir cerita,
hanya dalam kondisi kedua orang itu tegang saat sedang mengintip Mak Saodah di
dekat tirai dapur, perasaannya pada Aminah tidak bisa dibohongi bahwa dia masih
sempat berfantasi. Dalam psikologi sastra, saat kita menghadapi masalah yang
demikian bertumpuk, kadang kala kita mencari ‘solusi’ dengan masuk ke dunia
khayal, solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Berikut ini adalah
narasi fantasi dari Aku.
“Aku menunduk di
belakang Aminah. Kami sangat dekat, aku bisa melihat tengkuk di bawah gelung
rambutnya, mencium wangi tubuhnya, rambutnya. Lehernya, siap menenggelamkanku.
Aku agak mabuk tak percaya. Sesaat bahkan kegirangan meluap-luap dan jantungku
berdebar. Jari – jari Aminah yang cantik menyibak tirai dapur.”
Tema
Cerpen Permpuan Sinting di Dapur yaitu mengenai penceritaan perempuan yang
menarik untuk dibahas dan cerita menampilkan perempuan sebagai pusat
pengisahan.
Setting
Permpuan Sinting di Dapur, Ugoran Prasad yang mengisahkan Mak Saodah dikucilkan
warga kampung gara-gara suaminya kafir, sirik, dan musyrik. Ugoran tidak
menyebut mengenai peristiwa tahun 1965, tetapi dengan ketiga sifat memberi
gambaran tentang orang yang dituduh komunis atau terlibat PKI. Trauma akibat
peristiwa tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Stigma “komunis” atau
“PKI” digunakan untuk meneror siapa yang dianggap melawan atau bersikap kritis
terhadap kekuasaan. Tetapi, upaya mencari korban serta menuntut keadilan masih
terus berlangsung.
Latar
yang digunakan yaitu sebuah kampung, dimana terdapat rumah kecil sederhana
dengan dapur yang ditutupi dengan tirai seadanya. Kemudian yang dimaksud rumah makan adalah
sebuah warung. Rumah sakit penuh sesak dimana, Paman dari tokoh Utama mengalami
sakaratul maut. Rumah yang digunakan untuk acara tahlilan.
Alur
maju, dimana Wak Haji Mail meminta tokoh Aku untuk menyampaikan amanat
terakhirnya pada Mak Saodah. Kemudian Aku mengetahui akhir cerita yang tak
disangka – sangka. Mak Saodah mengencingi dan meludahi makanan tahlilan Wak
Haji Mail.
KESIMPULAN
Pada
analisis psikologi sastra cerpen Perempuan Sinting di Dapur karya Ugoran Prasad
ini membahas teori – teori psikologi Sigmund Freud dalam masing – masing tokoh
cerita ini, terutama hubungan Wak Haji Ismail dan Mak Saodah. Juga tokoh Aku
dengan Minah, tokoh Aku disini sebagai penyampai amanat terakhir Wak Haji pada
Mak Saodah. Namun, ada adegan yang terasa ganjil dan saling berkontradiksi. Di
salah satu adegan, dimana Mak Saodah diceritakan meraung ketika si Aku
menyampaikan amanat Wak Haji Ismail. Tetapi di adegan lain Mak Saodah
disebutkan mendengar permintaan almarhum dengan tenang lalu kemudian berjalan
ke dapur. Keganjilan tampak pada logika cerita yang disampaikan. Meskipun
menyimpan dendam dalam hatinya, Mak Saodah terbukti tetap menerima semua
bantuan Wak Haji Mail selama bertahun – tahun. Yang berarti hubungan mereka
cukup baik sepanjang yang dilihat orang. Ganjil rasanya sikap dramatis Mak
Saodah ketika diminta memasak untuk tahlilan lelaki tersebut, bahkan untuk
menjenguk Wak Haji Mail pun Mak Saodah tidak mau. Hal itulah yang menarik untuk
dikaji lebih lanjut dalam analisis ini.
Pada
cerita ini berpusat pada tokoh utama si Aku, Minah, Wak Haji Mail, Wak Misnah,
dan Mak Saodah. Tokoh Aku disini sebagai benang merah penyampai pesan terakhir
dari Wak Haji Mail untuk Mak Saodah. Dalam cerpen ini, meskipun Aku digambarkan
seoalah – olah ‘berdiri sendiri’ atau tidak ada kesangkut-pautannya langsung
dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah. Namun berdasarkan narasi – narasi
yang disampaikan itulah pembaca tahu potongan – potongan cerita keduanya,
sehingga sosok Aku dianggap paling tahu mengenai cerita dibalik hubungan Wak
Haji Mail dan Mak Saodah. Juga pada cerpen ini diceritakan hubungan sang tokoh
utama dengan Aminah yang tidak berjalan lancar atau bertepuk sebelah tangan.
Sama halnya dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah, namun dengan gaya penceritaaan
yang berbeda.
Dalam hal ini
yang menarik adalah mengorek lebih dalam sisi psikologis dari bagaimana
hubungan Wak Haji Mail dengan Mak Saodah sendiri, kondisi kejiwaan Wak Haji Mail, latar
belakang yang mendasari hingga dia memfitnah suami Mak Saodah, dalam narasinya
terlihat Wak Haji Mail memiliki perasaan cinta pada Mak Saodah, namun mereka
berdua tidak menikah (padahal dalam hukum agama Islam pria maksimal
diperbolehkan memiliki istri empat orang, sedangkan Wak Haji Mail ‘baru’
memiliki tiga orang isteri). Hal tersebut yang perlu dikaji dalam psikologi
analisis. Klasifikasi emosi adalah kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan
kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary
emotions). Kebencian, perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan
marah, cemburu, iri hati. Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah
timbulnya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran
kebencian. Perasaan benci selalu melekat dalam diri seseorang, dan ia tidak
akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia
akan merasa puas (Krech, 1974; 479).
Dalam narasi di atas dapat
terlihat bahwa Kesedihan atau duka cita (grief)
Mak Saodah berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang penting atau bernilai
yaitu Suaminya. Pada cerita ini ada bagian yang hilang atau ganjil, dimana
tidak jelaskan perasaan Mak Saodah
sendiri terhadap Wak Haji Mail.
Adanya kegagalan
mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada kelainan
mental. Kualitas kelainan mental tersebut dapat mencerminkan mekanisme
pertahanan karakteristik. Kelainan
mental atas apa yang dialami Mak Saodah diperkuat dengan narasi yang
ditampilkan saat Mak Saodah mengencingi dan meludahi makanan untuk tahlilan
almarhum Wak Haji Mail.
DAFTAR PUSTAKA
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dam Contoh Kasus.
Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pambudy,
Ninuk Mardiana. 2009. SMOKOL: Cerpen
Kompas Pilihan 2008. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.