Selasa, 20 Maret 2012

Analisis Semiotika pada Puisi


 
“ Celurit Emas ”
Roh – roh bebunga yang lalu sebelum semerbak itu
mengadu ke hadapan celurit yang ditempa dari
jiwa, celurit itu hanya mampu berdiam, tapi ke-
tika tercium bau tangan
                            yang
                            pura – pura mati dalam terang
                            dan
                            bergila dalam gelap
ia jadi mengerti : wangi yang menunggunya di se-
berang. Meski ia menyesal namun gelombang masih
ditolak singgah ke dalam dirinya.
nisan – nisan tak bernama bersenyuman karena ce-
lurit itu akan menjadi taring langit, dan mata-
hari akan mengesahkannya pada halaman – halaman ki-
tab suci.
celurit ini punya siapa?
Amin!
                                                            ( Zawawi Imron )


Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apa pun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna (Scholes, 1982: ix). Menurut Charles S. Pierce (1986: 4), maka semiotika tidak lain sebuah nama lain bagi logika. Sedangkan Ferdinand de Saussure (1966: 16), semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda,” suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat”.
Menurut Riffatere, sebuah teks member peluang bagi pemaknaan unsur-unsur bahasa yang tidak bermakna seandainya berada di luar teks (puisi) tersebut. Puisi tidak menyatakan makna puisi secara langsung.
Zaenal Imron merupakan sastrawan yang lahir di lahir di Batang-batang, Sumenep, Madura. Dalam karyanya yang berjudul “Celurit Emas” sangat identik dengan latar belakang masyarakat Madura karena di Madura sangat erat dengan kaitannya celurit, di sisi lain celurit melambangkan keberanian khususnya kaum laki-laki. Puisi yang berjudul “Celurit Emas” terdapat beberapa kata yang masih terikat dengan logat Madura misalnya saja bebunga. Dari segi pemahaman puisi “Celurit Emas” menurut jenis imajinatifnya ia tergolong sastra imajinatif maksudnya lebih menekankan penggunaan bahasadalam artinya konotatif (banyak arti). Sastra  imajinatif lebih bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Dalam puisi “Celurit Emas” termasuk jenis puisi yang ekspresif karena menonjolkan ekspresi pribadi penyairnya (sang penyair berlatar belakang Madura) puisi ini lebih menujukkan makna-makna kata yang kadang“sulit” dicerna.
Puisi yang berjudul “Celurit Emas” memiliki gaya bahasa tersendiri yaitu memiliki gaya bahasa hiperbola yang artinya mengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal (misal kan roh-roh bebunga yang lalu sebelum semerbak itu), selain itu memiliki gaya bahasa personifikasi “ Jiwa, celurit hanya mampu berdiam,tapi ketika tercium bau tangan...” seolah-olah celurit tersebut memiliki tingkah laku seperti manusia. Ternyata masih memiliki gaya bahasa yang lain yaitu Antropomorfisme yaitu metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia contohnya dalam puisi ini “ nisan-nisan tak bernama bersenyuman” hal ini menggambarkan bahwa nisan-nisan ini berhubungan dengan hal yang bukan manusia sedangkan bersenyuman merupakan hal dari manusia itu sendiri. Dan juga memiliki gaya bahasa ekskalamasio yaitu ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru ( terdapat pada kata terakhir “Amin !”).
Puisi yang berjudul “Celurit Emas” ini  banyak menggunakan arti Makna konotasi. Makna konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan. Dalam puisi “Celurit Emas” dapat ditemukan dalam kalimat ”mengadu kehadapan celurit yang ditempa dari Jiwa,celurit itu hanya mampu berdiam.tapi ketika tercium bau tangan...” hal tersebut dapat diartikan bahwa Celurit pada puisi ini mengandung arti ilmu, yang dimana ditempa dari jiwa manusia, dan hanya dapat menuruti kehendak “tuannya” yakni seseorang yang memilliki ilmu, tergantung bagaimana dia menggunakan ilmunya tersebut.
Pada kalimat yang pura – pura mati dalam terang dan bergila dalam gelap memiliki arti-an bahwa seseorang tersebut berusaha mencuri ilmu pengetahuan yang ada, karena mencuri atau melakukan perbuatan tidak baik lainnya, hanya bisa dilakukan dalam kegelapan dan dimana tidak ada seorang pun yang tahu. Atau disaat orang-orang terlelap kemudian menjadi pengecut atau pura – pura mati dalam terang.
“Celurit Emas” sering diartikan memiliki makna “religius” dalam hal ini terdapat kata Amin dalam akhir puisi, selain itu dalam kalimat terkhir yang bertuliskan “...karena celurit itu akan menjadi taring langit, dan matahari akan mengesahkan pada halaman-halaman kitab suci” memiliki suatu makna yaitu “celurit” dilambangkan bukan sebagai celurit yang sebenarnya melainkan sebuah pedoman dalam menjalani hidup, tetapi dalam hal ini kitab suci yang dimaksud adalah buku-buku yang memiliki banyak ilmu pengetahuan.
 Dan ada juga pada kalimat terakhir “celurit itu punya sapa?” seolah-olah celurit itu hanya sebuah simbol kereligiusan dalam hal ini tersambung dengan kata terakhir “amin !”. Namun apabila pembaca lebih mencermati apa yang dimaksud puisi ini, bahwa ilmu pengetahuan bergantung bagaimana kita mengamalkannya. Karena celurit bagaikan pisau bermata ganda, dimana dekat dengan apa yang disebut “Carok” dalam bahasa Madura, yang mengandung pengertian negatif, karena dapat mematikan. Namun di sisi lain, Celurit merupakan budaya khas Madura, dimana sebagai simbol dalam masyarakatnya karena banyak dirumah-rumah Madura yang menyimpan Celurit, namun hanya sebagai hiasan dan budaya asli yang harus dilestarikan nantinya. Karena Celurit memiliki filosofi tersendiri bagi orang Madura.
Sedangkan maksud dari kalimat nisan – nisan tak bernama bersenyuman adalah kebodohan yang terlalu dangkal dalam memahami makna sebuah celurit, yang tadinya hanya untuk “mencarok” atau melukai lawan oleh sebab perselisihan karena lawan jenis, atau persoalan keluarga yang turun-temurun. Namun lebih kepada ilmu pengetahuan dan Matahari akan mengesahkan… yaitu masa depan yang cerah dan jauh lebih baik ketika kita dapat lebih memanfaatkan ilmu pengetahuan tersebut.
Pada kalimat ia jadi mengerti : wangi yang menunggunya di seberang. Tempat seberang yang dimaksud adalah kepulauan Jawa yang berseberangan dengan Madura, dimana Pulau Jawa dianggap lebih subur, tanahnya tidak berwarna merah dan gersang seperti di Madura, dimana keadaan ekonomi lebih menguntungkan masyarakatnya, itulah yang dimaksud wangi oleh si pengarang.
Meski ia menyesal namun gelombang masih ditolak singgah ke dalam dirinya. Mengandung artian bahwa rasa iri hati dan dendam dengan kelebihan yang dimiliki pulau seberang namun dia menyesal memiliki perasaan tersebut karena tidak ada gunanya dan berusaha mengendalikannya.
Dalam puisi yang berjudul “Celurit Emas”  sesungguhnya penyair membuat dengan unsur-unsur yang sangat menarik karena didalamnya memiliki unsur kebudayaan dan keilmuan namun disajikan dalam gaya bahasa yang berbeda.
Dalam puisi celurit emas ini terdapat beberapa kata yang menarik, hal tersebut dikarenakan adanya kata – kata seperti: bebunga, bergila ,bersenyuman itu bukan lah kata – kata atau bahasa yang umum kita jumpai dalam bahasa sehari – hari kita. Karena kosakata tersebut selain dimulai dengan ber-, namun pada kata bebunga, huruf r yang dihilangkan menjadi pemaknaan sendiri. Karena beberapa kata tadi adalah kata – kata pengulangan yang khas dan dapat kita jumpai di daerah Madura, dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa Zawawi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Termasuk dengan pengulangan Roh – roh, pura – pura, nisan – nisan, halaman – halaman mengandung maksud untuk mempertegas makna puisi tersebut. Selain itu pemilihan kata dalam puisi ini juga unik dan juga terdapat pemakaian bahasa kiasan, dari bermacam – macam hal yang kita temukan dalam puisi ini salah satu unsure yang kita rasakan dan menjadikannya berbeda dari puisi lain adalah Zawawi turut membawa unsur budaya Madura sebagai salah satu ciri khasnya melalui karyanya.

Cerpen : Pasminah Cantik untuk Mama


Mama adalah superwoman bagiku. Setiap harinya pagi-pagi sekali dia sudah sibuk dengan pekerjaannya di kantor, karena itulah kami, aku dan Liliph adikku yang berumur 6 tahun harus belajar mandiri. Seringkali aku merasa sedih melihat Liliph yang tertegun melihat teman-teman SD-nya tertawa bahagia dijemput orang tuanya, terutama para ibu sambil membawakan mainan atau ice cream untuk anaknya. “Sudahlah Dik, ayo kita pulang.” ujarku. Liliph tergopoh-gopoh berlari kecil menyusul, kemudian menggengam tanganku.
Mama pulang menjelang malam, saat Liliph sudah terlelap dan aku sendiri sedang belajar serta menyiapkan buku untuk esok. Aku membuka pintu kamar mama perlahan, kulihat wajah lelahnya di tempat tidur sambil memejamkan mata, kuamati sosok wajah wanita yang mulai keriput namun masih cantik. Sebenarnya hari ini aku ingin menceritakan pada mama tentang ulah Brenda di sekolah, anak nakal itu sudah jahil dan berani menyembunyikan kotak pensilku. “Ah sudahlah! mama pasti sedang capek hari ini.” Gumamku dalam hati.
Keluarga kecil kami tidak sesempurna dulu, setelah papa meninggal. Beliau pergi saat anak-anaknya masih kecil dan membutuhkan kasih sayangnya. Jadilah, mama yang tadinya seorang ibu rumah tangga harus pontang-panting mencari kerja untuk menghidupi kedua anaknya. Mamaku yang cuek, tidak seperti ibu-ibu kebanyakan. Dimana para ibu mengenakan baju gamis ala Syahrini dan memakai pasminah warna senada, dia berpotongan cepak dan memakai celana panjang serta baju yang praktis.
“Loli-ku sayang, maaf ya nak mama tidak sempat datang di acara lomba pidato bahasa Inggrismu. Tapi mama yakin, anak pintar pasti juara.” Mama kemudian tersenyum dan memelukku. Beliau memberi hadiah boneka beruang kecil, yang sejak lama hanya bisa kulihat di etalase toko seberang rumah. Hal itu selalu membuatku bersemangat dan belajar lebih giat.
“Bu, biayanya sebesar…”, Suara seseorang membuyarkan lamunanku. Kemudian aku bergegas membayar dan menuju sebuah lorong memasuki kamar yang bersih dan bercat putih. Wanita tua di kursi menyambutku dengan senyuman, di telapak tangannya yang kurus menempel jarum infus dan kedua bola matanya tak sejernih dulu namun memancarkan aura kasih sayang yang tulus. Aku mendekati perlahan dan memasangkan pasminah cantik di kepalanya yang kini hanya berhiaskan beberapa helai rambut, setelah kanker menggerogoti tubuhnya. “Ma, ayo Loli temani mama jalan-jalan ditaman.” Dengan obrolan yang renyah kami berdua beriringan keluar dari kamar tersebut. Aku bersyukur kini aku sudah memiliki pekerjaan tetap di bank swasta dan ganti membiayai mama. Sedangkan Liliph mendapat beasiswa di Jerman dan meneruskan sekolahnya.
We always love u mom :*

PEREMPUAN SINTING DI DAPUR ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA



PENDAHULUAN
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berari ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkison, 1996: 7). Batasan tentang kepribadian sejak dahulu kala menjadi bahan pertanyaan dan merupakan tantangan yang sulit. Semua pengetahuan tentang psikologi harus dikaitkan dengan pemahaman tentang kepribadian apa yang dibentuknya, mengapa selalu ada perbedaan persepsi antar satu individu dengan yang lainnya, bagaimana kepribadian berkembang dan senantiasa berubah – ubah sepanjang hayat manusia.
Struktur kepribadian menurut Sigmund Freud. Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya factor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu.
Selanjutnya Freud membahas pembagian psikisme manusia: id (terletak di bagian tak sadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan puisi dan larangan superego. Superego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian tak sadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna puisi – puisi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan idenifikasi pada orang tua.
Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekankan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti kebutuhan: makan, seks menolak rasa sakit atau perasaan tidak nyaman. Id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan. Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Struktur yang ketiga ialah superego yang mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience).
Dinamika Kepribadian, Dalam Naluri Freud menggunakan alam bawah sadar untuk menerangkan pola tingkah laku manusia serta penyimpangan-penyimpangannya. Tesis Freud pertama ialah bahwa alam bawah sadar merupakan subsistem dinamis dalam jiwa manusia yang mengandung dorongan-dorongan naluri seksual yang berkaitan dengan gambaran-gambaran tertentu di masa lalu (usia dini). Dorongan-dorongan itu menuntur pemenuhan, namun adanya budaya dan pendidikan (tuntutan norma kehidupan sosial) dorongan tersebut ditekan dan dipadamkan. Akan tetapi, dlam bentuk tersamar dorongan – dorongan itu terpenuhi melalui suatu pemuasan semu atau khayalan (fantasi).
Kecemasan (Anxitas), Situasi apa pun yang mengancam kenyamanan suatu organisme diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai tujuan merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman yang dimaksud dapat berupa ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas. Biasanya kondisi yang seperti ini diikuti oleh perasaan yang tidak nyaman yang dicirikan dengan khawatir atau takut, kemudian tidak bahagia yang dapat kita rasakan melalui berbagai level (Hilgard et al., 1957: 440).
RELASI ANTAR TOKOH
Pada cerita ini berpusat pada tokoh utama si Aku, Minah, Wak Haji Mail, Wak Misnah, dan Mak Saodah. Tokoh Aku disini sebagai benang merah penyampai pesan terakhir dari Wak Haji Mail untuk Mak Saodah. Dalam cerpen ini, meskipun Aku digambarkan seoalah – olah ‘berdiri sendiri’ atau tidak ada kesangkut-pautannya langsung dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah. Namun berdasarkan narasi – narasi yang disampaikan itulah pembaca tahu potongan – potongan cerita keduanya, sehingga sosok Aku dianggap paling tahu mengenai cerita dibalik hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah. Juga pada cerpen ini diceritakan hubungan sang tokoh utama dengan Aminah yang tidak berjalan lancar atau bertepuk sebelah tangan. Sama halnya dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah, namun dengan  gaya penceritaaan yang berbeda. Seperti halnya dalam narasi berikut yang diceritakan oleh Aku.
“Di jalan, kukarang-karang sendiri ihwal sepotong cinta tak sampai Wak Haji Mail pada Mak Saodah. Persis seperti cintaku pada Aminah.”
Aku yang merupakan keponakan dari Wak Haji Mail dan Wak Misnah, terlihat pada dialog sebagai berikut.
“ Jangan pula kau kira kau lebih pandai dari bibimu ini. Mati kuracun kau nanti.”
            Wak Haji Mail sudah tiga kali menikah dan memiliki empat belas orang anak dari semua pernikahannya. Namun dia masih memiliki perasaan khusus pada Mak Saodah, karena keadaan, dia tidak bisa lebih dari sekedar menyimpan perasaan. Seperti pada narasi berikut, sesuai pikiran terpendam si Aku.
            Keempat belas anak dari tiga pernikahannya semakin sulit meredam cemas, silih berganti berjaga di luar kamar, siap untuk memberontak dari pembagian harta waris yang tak adil. Tak mungkin adil.”
      Relasi yang paling terlihat pada saat Wak Haji Mail dengan Mak Saodah, adalah ketika Wak Haji Mail berusaha mencurahkan perhatiannya dan kebaikannya pada Mak Saodah, pada saat itulah muncul interaksi antar tokoh yang terdapat dalam narasi berikut ini.
      Tak cukup mendirikan kakus dengan tangki septic, Wak Haji Mail mengirim orang untuk membangun lapak setengah permanen, menyemen lantai bagian depan rumah Mak Saodah, memasangkan listrik, dan menyekolahkan kelima anak Mak Saodah sampai SMA. Terakhir ia menghibahkan kulkas bekas istri keduanya supaya Mak Saodah bisa bikin sendiri es batu dan es lilin.”

Sedangkan Aminah adalah cinta pertama Aku yang tidak pernah terbalas, nafsunya timbul manakala dia berada didekat wanita pujaannya itu. Oleh karena itu, dia lebih sering menundukkan muka, agar tidak ketahuan oleh Aminah.
“Kupaksakan menatap matanya, berusaha keras tak menyerah pada kecantikannya. Dulu, aku gagal, lalu menundukkan kepala, melangkah pulang dengan gontai, menikahi sepupu yang sudah lama dijodohkan untukku supaya lupa, tetapi malah mendapati, sepanjang akad nikah, wajahnya menghantuiku.”
Sedangkan pada relasinya Aminah adalah anak dari Mak Saodah, hal ini diperkuat dengan dialog.
            “ Mak enggak mau. Sebaiknya kamu pulang, “ kata Aminah pelan, sungguh – sungguh.
KLASIFIKASI EMOSI
Dalam hal ini yang menarik adalah mengorek lebih dalam sisi psikologis dari bagaimana hubungan Wak Haji Mail dengan Mak Saodah sendiri,  kondisi kejiwaan Wak Haji Mail, latar belakang yang mendasari hingga dia memfitnah suami Mak Saodah, dalam narasinya terlihat Wak Haji Mail memiliki perasaan cinta pada Mak Saodah, namun mereka berdua tidak menikah (padahal dalam hukum agama Islam pria maksimal diperbolehkan memiliki istri empat orang, sedangkan Wak Haji Mail ‘baru’ memiliki tiga orang isteri). Hal tersebut yang perlu dikaji dalam psikologi analisis. Klasifikasi emosi adalah kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary emotions). Kebencian, perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, iri hati. Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah timbulnya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian. Perasaan benci selalu melekat dalam diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas (Krech, 1974; 479).
”Di antara perasaan cekat dan gelengan kepalaku sempat terpikir untuk mengutarakan rahasia yang diceritakan Aminah kepadaku. Rahasia yang sesungguhnya tak terang karena hanya berupa garis – garis besar. Haji Mail berdosa kepada Mak Saodah. Suaminya, ayah Aminah, difitnah murtad, syirik, musyrik, kafir, diasingkan orang sekampung seperti penderita kusta, dibiarkan mati tanpa harga diri.”
Dalam narasi di atas dapat terlihat bahwa Kesedihan atau duka cita (grief) Mak Saodah berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang penting atau bernilai yaitu Suaminya. Pada cerita ini ada bagian yang hilang atau ganjil, dimana tidak jelaskan  perasaan Mak Saodah sendiri terhadap Wak Haji Mail. Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan bagi pembaca (1. Apakah memang perasaan Wak Haji Mail bertepuk sebelah tangan 2. Apakah Mak Saodah juga memiliki perasaan terhadap Wak Haji Mail mengingat relasi mereka selama ini, namun Mak Saodah kecewa karena suaminya di fitnah. 3. Atau mereka pernah menikah siri).
Hanya diceritakan tentang intensitas kesedihan yang tergantung pada nilai, biasanya kesedihan yang teramat sangat bila kehilangan orang yang dicintai. Kesedihan yang mendalam bisa juga karena milik yang sangat berharga yang mengakibatkan kekecewaan atau penyesalan. Parkes (1965) menemukan bukti bahwa kesedihan yang berlarut-larut dapat mengakibatkan depresi dan putus asa yang menjurus pada kecemasan, akibatnya bisa menimbulkan insomnia, tidak memiliki nafsu makan, timbul perasaan jengkel dan menjadi pemarah serta menarik diri dari pergaulan.
Mak Saodah yang merasakan kecemasan ketika mendengar nama Wak Haji Mail, bola matanya berkaca-kaca, rahangnya bergemerotak, bahkan dia harus dipapah bangkit oleh anaknya Aminah kemudian dia meraung – raung di dapur.
“Entah kenapa, ia menunduk. Ia sepertinya berpikir sebentar sebelum kemudian memutuskan untuk memapah maknya bangkit, lalu menuntunnya ke belakang, ke dapur. Sesaat kemudian, dari dapur itu, kudengar suara meraung. Suara Mak Saodah.”
Dalam Agresi dan Apatis, perasaan marah terkait erat dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menjurus pada pengerusakan dan penyerangan. Agresi langsung adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek yang merupakan sumber frustasi.
“Pikiranku belum terurai baik ketika Aminah keluar. Matanya merah dan sembab. Aku yakin ia turut menangis. Ia duduk dihadapanku, tetapi sempat menoleh ketika mendengar teriakan dari arah dapur. Teriakan ini disusul bunyi piring pecah terbanting. Atau dibanting. “
Sedangkan konsep rasa bersalah, bisa disebabkan oleh adanya konflik antara ekspresi impuls dan standar moral (impuls expression versus moral standards). Perasaan bersalah kerap kali ringan dan cepat berlalu, tetapi dapat pula bertahan lama. Pada cerita ini, Wak Haji Mail memendam rasa bersalahnya, hingga dia akan menghembuskan nafas terakhir. Seperti yang terdapat pada paragraf utama.
 “Dinanti – nanti matinya, Wak Haji Mail malah mulai mengigau. Semula tak seorang pun menangkap apa yang dikatakannya. Kupikir bukan tak bisa. Tak mau, lebih tepatnya. Aku sendiri begitu diizinkan mendengar langsung segera mencerna, bukan kata, melainkan sepotong nama. Gumam ini berulang di antara tarikan nafasnya yang payah. Saodah.”
Perasaan bersalah yang paling mengganggu adalah sebagaimana terdapat dalam sikap menghukum diri sendiri, si individu terlihat sebagai sumberdari sikap bersalah. Rasa bersalah tipe ini memiliki implikasi berkembangnya gangguan kepribadian, penyakit mental dan psikoterapi. Karena perasaan bersalah yang terpendam, dan permintaannya untuk bertemu Mak saodah tidak terkabul (Wak Haji Mail tahu Mak Saodah tidak akan pernah memaafkannya, karena itulah dia mati dengan pasrah sebagai sikap menghukum diri sendiri) dalam   sisa – sisa waktunya Wak Haji Mail meminta permohonan terakhirnya pada sang istri dan si Aku.
“Lima belas menit kemudian, sesudah menitipkan sepotong pesan yang hanya bisa di dengar istrinya, Haji Mail dan sepenggal ingatannya pergi. Aku melihatnya merengang napas yang terakhir, satu embusan napas pelan seperti mengempas hidup yang melelahkan. Bulu kudukku naik.”
 Derajat yang lebih rendah dari perasaan bersalah dapat dihapuskan karena individu mengingkarinya dan ia merasa benar. Dalam kasus rasa bersalah, seseorang cenderung merasa bersalah dengan cara memendam dalam dirinya sendiri, memang ia biasanya bersikap baik, tetapi ia seseorang yang buruk. Seperti perkataan istri almarhum Wak Haji Mail, yaitu Wak Misnah pada Aku ponakannya.
      “Jika hendak kau pahami semuanya, ingat – ingat saja tindak tanduk uwakmu, Haji Ismail almarhum.” Kedua, bahwa tempat gila manusia sudah lama terpisah-pisah. Laki-laki sinting di jalan, perempuan di dapur.”
KECEMASAN TOKOH DAN MEKANISME PERTAHANAN
Kecemasan adalah hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara pulsi Id (Umumnya seksual dan agresif) dan pertahanan dari ego dan superego. Kebanyakan dari pulsi tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Sosok pemilik rumah makan yang ramah – tamah , penuh senyum, akrab dengan pengunjung, jauh berbeda dengan Mak Saodah yang dianggap bertentangan dengan nilai masyarakat.
“Bertahun-tahun membuka warung makan di kampung itu, tak membuatnya pandai beramah-tamah. Para pelanggan memanggilnya Mak Galak, tetap kembali ke warungnya semata-mata karena kelezatan masakannya sulit  disaingi. Aku mengenalnya hampir seumur hidupku dan tak pernah sekali pun kulihat ia tersenyum.”
Sublimasai terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi sesungguhnya suatu bentuk pengalihan. Dalam hal ini, aktivitas memasak di dapur adalah bentuk pengalihan rasa kemarahan Mak Saodah, dan agar diterima secara sosial, digunakanlah cara berdagang. Seperti pada narasi berikut.
Berdehem-dehem tak pantas, kuputuskan untuk membuka percakapan. “ Kudengar kau suruh makmu berhenti dagang Minah?”
Aminah menatapku, tampak senang dengan pertanyaanku, lalu mengangguk.”Ya, tetapi Mak enggak mau.”
“Kenapa?”
“Mak bilang, berdagang itu alasannya hidup.”
“Berdagang?”
Bukan, Bukan berdagangnya. Memasak untuk orang kampung. Ya itu yang menyelamatkannya,”. Sorot matanya sempat nyalang ketika dia bergumam, “Itu menyelamatkanku.”
Dalam teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang. Kegagalan mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada kelainan mental. Kualitas kelainan mental tersebut dapat mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik.  Kelainan mental atas apa yang dialami Mak Saodah diperkuat dengan narasi dibawah ini, ditambah perasan dikecewakan lingkungan sosialnya, kehilangan suami yang dicintai, harus menjadi seorang ibu yang membesarkan kelima anaknya sendirian. Maka reaksi mekanisme pertahanannya terhadap lingkungannya sebagai berikut.
“Mak Saodah penuh kekuatan. Sampai di dapur, sempat ia sibakkan tirai, menutupi pintu. Bayangannya tampak besar di tirai itu.”
Bekerja seorang diri untuk memenuhi permintaan almarhum Wak Haji, Mak Saodah harus bergegas menyiapkan masakan untuk ratusan orang yang akan bertahlil malam nanti.“
“Dengan sebelah mata bisa kulihat, Mak saodah sedang bekerja, memotong – motong bahan masakan, menyiapkan tungku, memasukkan bumbu-bumbu ke dalam panci, butuh beberapa detik untukku menemukan apa yang ganjil dari semua ini. Mak Saodah terus-menerus meludahi bahan-bahan masakan yang sedang dikerjakannya.”
“Mak Saodah sedang mengangkat kainnya tinggi – tinggi, melewati lutut, lalu berdiri setengah jongkok mengangkangi salah satu panci yang isinya mulai mendidih. Raut wajahnya, gabungan yang ganjil antara mengejan dan kebencian, mengerikan. Sedetik kemudian, dari tempatnya berdiri, kudengar suara desing yang akrab dan gemericik air jatuh ke panci.”
Sedangkan kelanjutan hubungan antara Aku dan Aminah tidak dijelaskan di akhir cerita, hanya dalam kondisi kedua orang itu tegang saat sedang mengintip Mak Saodah di dekat tirai dapur, perasaannya pada Aminah tidak bisa dibohongi bahwa dia masih sempat berfantasi. Dalam psikologi sastra, saat kita menghadapi masalah yang demikian bertumpuk, kadang kala kita mencari ‘solusi’ dengan masuk ke dunia khayal, solusi yang berdasarkan fantasi ketimbang realitas. Berikut ini adalah narasi fantasi dari Aku.
“Aku menunduk di belakang Aminah. Kami sangat dekat, aku bisa melihat tengkuk di bawah gelung rambutnya, mencium wangi tubuhnya, rambutnya. Lehernya, siap menenggelamkanku. Aku agak mabuk tak percaya. Sesaat bahkan kegirangan meluap-luap dan jantungku berdebar. Jari – jari Aminah yang cantik menyibak tirai dapur.”
Tema Cerpen Permpuan Sinting di Dapur yaitu mengenai penceritaan perempuan yang menarik untuk dibahas dan cerita menampilkan perempuan sebagai pusat pengisahan.
Setting Permpuan Sinting di Dapur, Ugoran Prasad yang mengisahkan Mak Saodah dikucilkan warga kampung gara-gara suaminya kafir, sirik, dan musyrik. Ugoran tidak menyebut mengenai peristiwa tahun 1965, tetapi dengan ketiga sifat memberi gambaran tentang orang yang dituduh komunis atau terlibat PKI. Trauma akibat peristiwa tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Stigma “komunis” atau “PKI” digunakan untuk meneror siapa yang dianggap melawan atau bersikap kritis terhadap kekuasaan. Tetapi, upaya mencari korban serta menuntut keadilan masih terus berlangsung.
Latar yang digunakan yaitu sebuah kampung, dimana terdapat rumah kecil sederhana dengan dapur yang ditutupi dengan tirai seadanya.  Kemudian yang dimaksud rumah makan adalah sebuah warung. Rumah sakit penuh sesak dimana, Paman dari tokoh Utama mengalami sakaratul maut. Rumah yang digunakan untuk acara tahlilan.
Alur maju, dimana Wak Haji Mail meminta tokoh Aku untuk menyampaikan amanat terakhirnya pada Mak Saodah. Kemudian Aku mengetahui akhir cerita yang tak disangka – sangka. Mak Saodah mengencingi dan meludahi makanan tahlilan Wak Haji Mail.
KESIMPULAN
Pada analisis psikologi sastra cerpen Perempuan Sinting di Dapur karya Ugoran Prasad ini membahas teori – teori psikologi Sigmund Freud dalam masing – masing tokoh cerita ini, terutama hubungan Wak Haji Ismail dan Mak Saodah. Juga tokoh Aku dengan Minah, tokoh Aku disini sebagai penyampai amanat terakhir Wak Haji pada Mak Saodah. Namun, ada adegan yang terasa ganjil dan saling berkontradiksi. Di salah satu adegan, dimana Mak Saodah diceritakan meraung ketika si Aku menyampaikan amanat Wak Haji Ismail. Tetapi di adegan lain Mak Saodah disebutkan mendengar permintaan almarhum dengan tenang lalu kemudian berjalan ke dapur. Keganjilan tampak pada logika cerita yang disampaikan. Meskipun menyimpan dendam dalam hatinya, Mak Saodah terbukti tetap menerima semua bantuan Wak Haji Mail selama bertahun – tahun. Yang berarti hubungan mereka cukup baik sepanjang yang dilihat orang. Ganjil rasanya sikap dramatis Mak Saodah ketika diminta memasak untuk tahlilan lelaki tersebut, bahkan untuk menjenguk Wak Haji Mail pun Mak Saodah tidak mau. Hal itulah yang menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam analisis ini.
Pada cerita ini berpusat pada tokoh utama si Aku, Minah, Wak Haji Mail, Wak Misnah, dan Mak Saodah. Tokoh Aku disini sebagai benang merah penyampai pesan terakhir dari Wak Haji Mail untuk Mak Saodah. Dalam cerpen ini, meskipun Aku digambarkan seoalah – olah ‘berdiri sendiri’ atau tidak ada kesangkut-pautannya langsung dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah. Namun berdasarkan narasi – narasi yang disampaikan itulah pembaca tahu potongan – potongan cerita keduanya, sehingga sosok Aku dianggap paling tahu mengenai cerita dibalik hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah. Juga pada cerpen ini diceritakan hubungan sang tokoh utama dengan Aminah yang tidak berjalan lancar atau bertepuk sebelah tangan. Sama halnya dengan hubungan Wak Haji Mail dan Mak Saodah, namun dengan gaya penceritaaan yang berbeda.
Dalam hal ini yang menarik adalah mengorek lebih dalam sisi psikologis dari bagaimana hubungan Wak Haji Mail dengan Mak Saodah sendiri,  kondisi kejiwaan Wak Haji Mail, latar belakang yang mendasari hingga dia memfitnah suami Mak Saodah, dalam narasinya terlihat Wak Haji Mail memiliki perasaan cinta pada Mak Saodah, namun mereka berdua tidak menikah (padahal dalam hukum agama Islam pria maksimal diperbolehkan memiliki istri empat orang, sedangkan Wak Haji Mail ‘baru’ memiliki tiga orang isteri). Hal tersebut yang perlu dikaji dalam psikologi analisis. Klasifikasi emosi adalah kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary emotions). Kebencian, perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, iri hati. Ciri khas yang menandai perasaan benci ialah timbulnya nafsu atau keinginan untuk menghancurkan objek yang menjadi sasaran kebencian. Perasaan benci selalu melekat dalam diri seseorang, dan ia tidak akan pernah merasa puas sebelum menghancurkannya; bila objek tersebut hancur ia akan merasa puas (Krech, 1974; 479).
Dalam narasi di atas dapat terlihat bahwa Kesedihan atau duka cita (grief) Mak Saodah berhubungan dengan kehilangan sesuatu yang penting atau bernilai yaitu Suaminya. Pada cerita ini ada bagian yang hilang atau ganjil, dimana tidak jelaskan  perasaan Mak Saodah sendiri terhadap Wak Haji Mail.
Adanya kegagalan mekanisme pertahanan memenuhi fungsi pertahanannya bisa berakibat pada kelainan mental. Kualitas kelainan mental tersebut dapat mencerminkan mekanisme pertahanan karakteristik.  Kelainan mental atas apa yang dialami Mak Saodah diperkuat dengan narasi yang ditampilkan saat Mak Saodah mengencingi dan meludahi makanan untuk tahlilan almarhum Wak Haji Mail.
DAFTAR PUSTAKA
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dam Contoh Kasus. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pambudy, Ninuk Mardiana. 2009. SMOKOL: Cerpen Kompas Pilihan 2008. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.